Posted by: ryfkanarang | January 2, 2010

mAKALAH PPKI

BAB I

PENDAHULUAN

  1. A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan  hal mutlak yang harus dipenuhi dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Tantangan dalam dunia pendidikan  saat ini adalah bagaimana menyiapkan kualitas sumber daya manusia yang nantinya mampu bersaing dalam era global yang menuntut keterampilan serta kreatifitas tinggi. Oleh karena itu pendidikan memerlukan perhatian yang khusus dari segi mutu atau kualitasnya.

Banyak hal yang telah diupayakan pemerintah agar mutu  pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik dari sebelumnya yaitu dengan adanya pembaharuan pendidikan. Menurut Nurhadi (2004:1) terdapat tiga komponen yang perlu diperhatikan dalam pembeharuan pendidikan yaitu pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran, dan efektivitas metode pembelajaran.

Salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia adalah dengan mengadakan perubahan kurikulum, yaitu dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau kurikulum 2004 menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau kurikulum 2006. Ada perbedaan yang mendasar dari kedua kurikulum tersebut yaitu, jika KBK disusun oleh pemerintah pusat maka KTSP disusun dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan dengan tetap mengacu pada standar nasional pendidikan yang telah ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

Selain pembaharuan kurikulum hal yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia adalah proses pembelajaran. Proses pembelajaran di kelas memilki peran yang sangat penting dalam upaya pencapaian tujuan pembelajaran. Dalam hal ini guru memegang peranan yang sangat penting akan keberhasilan proses pembelajaran tersebut disamping ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi berhasil tidaknya suatu proses pembelajaran. Tugas guru yang utama adalah mengajar. Elias (dalam Rosyada, 2004:89) menjelaskan bahwa mengajar adalah kata kunci yang sangat mempengaruhi keberhasilan sebuah proses pendidikan.

Dalam mengajar guru hendaknya lebih kreatif dalam memilih metode-metode pembelajaran yang sesuai dengan keadaan serta kondisi lingkungan di mana dia mengajar. Pemilihan dan penentuan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi yang  diajarkan diharapkan akan memudahkan siswa dalam  memahami materi tersebut. Selain itu siswa bisa lebih berperan aktif dalam proses belajar mengajar.

Selama ini siswa selalu terkondisikan untuk menerima informasi apa adanya, sehingga siswa cenderung pasif dan menunggu diberi informasi tanpa berusaha menemukan informasi tersebut. Hal itu menyebabkan siswa hanya mampu untuk menghapal tanpa memahami materi yang telah diterimanya. Depdiknas (dalam Nurhadi, 2004:3) menyimpulkan sebagai berikut.

“Sebagian besar dari siswa tidak mapu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan digunakan/dimanfaatkan. Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagaimana mereka biasa diajarkan, yaitu menggunakan sesuatu yang abstrak dan metode ceramah. Mereka sangat butuh memahami konsep-konsep yang berhubungan dengan tempat kerja dan masyarakat pada umumnya di mana mereka akan hidup dan bekerja”.

Maka dari itu agar siswa lebih bisa lagi mengasah kreatifitasnya diperlukan sebuah metode pembelajaran baru yang menekankan keaktifan siswa. Dengan diterapkannya variasi metode pembelajaran  diharapkan akan menumbuhkan motivasi dan minat siswa dalam proses belajar mengajar untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Selain itu metode pembelajaran yang bervariasi akan lebih meningkatkan keaktifan siswa serta membuat siswa dapat lebih memahami materi yang diberikan sehingga bisa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu metode pembelajaran yang lebih menekankan pada keaktifan siswa adalah metode pembelajaran kooperatif. Ada berbagai metode dalam pembelajaran kooperatif yang semuanya lebih menekankan pada keaktifan siswa dan mamiliki berbagai macam kelebihan. Dua diantaranya adalah metode jigsaw dan metode struktural model NHT (Numbered Heads Together). Keduanya merupakan metode pembelajaran yang menuntut siswa untuk bisa bekerja sama dan memiliki barbagai kelebihan dibandingkan metode pembelajaran lainnya.

Metode jigsaw adalah  metode pembelajaran dengan menggunakan pola kelompok asal dan kelompok ahli yang lebih mengutamakan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Metode ini membutuhkan kerja sama yang tinggi antar anggota kelompok agar dapat memahami materi yang diberikan. Dalam metode ini setiap kelompok mendapatkan suatu topik bahasan dan setiap anggota kelompok mencari informasi tentang satu isi topic yang dipelajari. Artinya kelompok dibongkar dan siswa-siswa yang mempunyai sub pokok bahasan yang sama dari kelompok yang berbeda bertemu dan membentuk kelompok baru yang disebut dengan kelompok ahli. Siswa ahli mengajarkan informasi yang diperoleh kepada kelompok asal sehingga sub topik dikumpulkan bersama menjadi satu kesatuan informasi.

Adapun kelebihan dan kelemahan dalam pembelajaran kooperatif model jigsaw adalah sebagai berikut.

  • Kelebihan
  1. Kelompok memiliki sumber informasi maupun buah pikiran yang lebih kaya daripada yang dimiliki individu
  2. Dapat meningkatkan pemahaman terhadap diri sendiri maupun orang lain dan meningkatkan kemampuan individu untuk berinteraksi.
  3. Melatih siswa menghadapi masalah secara kelompok.
  4. Partisipasi siswa dalam proses pembelajaran dapat menigkat.
  5. Siswa mempunyai banyak kesempatan untuk menghargai perbedaan.
  6. Mengurangi rasa kurang percaya diri dalam diri siswa.
  7. Menigkatkan motivasi, harga diri dan sikap positif siswa.
  8. Meningkatkan prestasi belajar siswa.
  • Kelemahan
  1. Memerlukan waktu yang lebih banyak daripada cara belajar yang biasa.
  2. Dapat memboroskan waktu terutama bila terjadi hal-hal negatif seperti pengarahan yang kurang tepat serta pembicaraan yang berlarut-larut.
  3. Memprasyaratkan siswa punya latar belakang yang cukup untuk dapat membahas masalah yang akan didiskusikan.
  4. Tidak dapat  diberikan pada tahap awal proses belajar bila siswa belum memiliki konsep atau pengamatan tentang bahan yang akan disajikan.

Sedangkan Numbered Heads Together adalah metode pembelajaran dengan sistem             penomoran yang mengutamakan pola interaksi antar siswa yang terbentuk dalam kelompok siswa dan selalu bekerjasama secara kooperatif dalam menjawab pertanyaan yang diberikan guru. Metode ini dimaksudkan sebagai alternative terhadap struktur kelas yang tradisional. Adapun kelebihan dan kelemahan dari metode NHT adalah sebagai berikut.

  • Kelebihan
  1. Setiap siswa menjadi siap semua.
  2. Dapat melakukan diskusi dengan sugguh-sungguh.
  3. Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
  • Kelemahan
  1. Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.
  2. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

Berdasarkan wawancara peneliti dengan waka kurikulum SMK PGRI Turen diperoleh informasi tentang pembelajaran yang biasa dilaksanakan di sekolah tersebut. Kurangnya media pembelajaran serta penerapan metode pembelajaran terbaru mengakibatkan kegiatan belajar mengajar tidak efektif.

Selain alasan tersebut ada beberapa alasan lain yang menyebabkan peneliti melakukan penelitian mengenai metode pembelajaran Jigsaw dan NHT di SMK PGRI Turen

Dari beberapa penelitian yang telah ada sebelumnya disebutkan bahwa metode jigsaw dan metode NHT (Numbered Heads Together) dapat meningkatkan motivasi serta prestasi belajar siswa. Namun belum diketahui diantara kedua metode tersebut manakah yang lebih efektif untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.

Untuk lebih mengetahui keefektifan kedua metode tersebut peneliti mencoba untuk melakukan penelitian di SMK Negeri 1 Turen. Sekolah ini dipilih karena menurut informasi yang diperoleh peneliti bahwa di sekolah tersebut  belum ada penelitian yang membandingkan antara metode jigsaw dengan metode NHT (Numbered Heads Together).

Berdasarkan penjelasan di atas peneliti berkeinginan melakukan penelitian yang berjudul “Perbedaan Prestasi Belajar Akuntansi Antara Metode Kooperatif Model Struktural Numbered Heads Together dengan Metode Jigsaw di SMK Negeri 1 Turen Malang”.

  1. B. Rumusan Masalah

Bertolak dari latar belakang yang diuraikan di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Adakah perbedaan prestasi belajar akuntansi antara siswa yang diajar menggunakan metode jigsaw dengan siswa yang diajar menggunakan metode struktural model NHT (Numbered Heads Together)?
  2. Kendala-kendala  apa saja yang dihadapi dalam menerapkan kedua metode tersebut?
  1. C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar akuntansi antara siswa yang diajar menggunakan metode jigsaw dengan siswa yang diajar menggunakan metode struktural model NHT (Numbered Heads Together).
  2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam menerapkan kedua metode tersebut.
  1. D. Manfaat Penelitian

Dalam buku pedoman penulisan karya ilmiah Universitas Negeri Malang (2007:13) dijelaskan bahwa “Penelitian menunjukkan kepada suatu uraian yang berisi alasan kelayakan atas masalah yang diteliti”. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara langsung bagi berbagai pihak yang terkait.

Dengan diadakannya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada berbagai pihak, antara lain :

  1. Bagi SMK Negeri 1 Turen
    1. Bagi Kepala Sekolah.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan/ informasi kepada kepala sekolah sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk menetapkan kebijakan sekolah yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar terutama mata pelajaran akuntansi.

  1. Bagi Guru mata pelajaran.

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada guru Pendidikan Ekonomi  dalam pengembangan metode-metode  pembelajaran Ekonomi, sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran akuntansi.

  1. Bagi Siswa.

Penelitian ini diharapkan dapat menambah prestasi dan meningkatkan kualitas siswa dalam pembelajaran akuntansi di sekolah.

  1. Bagi Orang Tua.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi orang tua selaku penanggung jawab utama pendidikan anak-anaknya. Dapat digunakan sebagai pertimbangan agar lebih melibatkan diri dalam memberi motivasi anak untuk lebih berprestasi dalam belajar terutama mata pelajaran ekonomi.

  1. Bagi Universitas Negeri Malang.

Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dalam rangka melengkapi dan mengembangkan hasil penelitian di bidang pendidikan.

  1. Bagi Peneliti.

Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memberikan pengalaman, kemampuan  serta ketrampilan meneliti, pengetahuan yang lebih dalam tentang model-model pembelajaran siswa serta mengaplikasi ilmu yang telah didapat dibangku  perkuliahan.

  1. E. Asumsi Penelitian

Asumsi penelitian adalah anggapan-anggapan dasar tentang suatu hal yang dijadikan pijakan berpikir dan bertindak dalam melaksanakan penelitian (PPKI UM, 2007:13). Asumsi-asumsi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Prestasi belajar dicerminkan oleh nilai pra test serta post test.
  2. Faktor-faktor lain yang berhubungan dengan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran akuntansi di luar penelitian dianggap tidak berpengaruh.
  3. F. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

1. Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yakni variabel bebas yaitu model pembelajaran jigsaw untuk kelas eksperimen dan pembelajaran NHT untuk kelas kontrol serta variabel terikat yaitu prestasi belajar akuntansi. Sedangkan populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X di SMK Negeri 1 Turen Malang.

  1. Variabel

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu  pembelajaran jigsaw untuk kelas eksperimen dan pembelajaran NHT untuk kelas kontrol sebagai variable bebas serta variabel terikat yaitu prestasi belajar akuntansi.

  1. Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X Akuntansi SMK  Negeri 1 Turen Malang Tahun Ajaran 2007/2008

  1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 1 Turen Malang.

  1. 2. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat hal-hal yang tidak dapat dijangkau, hal ini merupakan suatu hal yang tidk dapat dihindari oleh peneliti. Dengan menyingkapi hal tersebut di atas maka peneliti memberikan batasan masalah dalam penelitiannya, adapun batasan-batasan masalah itu adalah:

  1. Penelitian ini hanya dilakukan di SMK Negeri 1 Turen Malang, sehingga tidak bisa menjangkau populasi yang lebih luas.
  2. Penelitian ini hanya terbatas kelas X Akuntansi  SMK Negeri 1 turen Malang.
  3. Penelitian ini tidak bisa mencakup variabel yang lebih banyak.
  4. Alat untuk mengumpulkan data terbatas pada tes pre-test dan post-test

  1. 3. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal yang didefinisikan yang dapat diamati (PPKI UM, 2007:14). Untuk menghindari kesalahan penelitian dengan pembaca, mengenai istilah yang digunakan dalam penelitian. Maka perlu ditegaskan beberapa istilah sehubungan dengan penelitian ini.

  1. Prestasi Belajar.

Hasil yang diperoleh siswa dalam belajar yang ditunjukkan dalam nilai tes atau angka nilai yang diadakan setelah penyajian materi pelajaran akuntansi.

b.  Numbered Heads Together adalah metode pembelajaran dengan sistem      penomoran yang mengutamakan pola interaksi antar siswa yang terbentuk dalam kelompok siswa dan selalu bekerjasama secara kooperatif dalam menjawab pertanyaan yang diberikan guru.

  1. Jigsaw adalah metode pembelajaran dengan menggunakan pola kelompok asal dan kelompok ahli yang mengutamakan rasa tanggungjawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

  1. A. Tinjauan tentang Prestasi Belajar
  2. 1. Pengertian Prestasi

Prestasi adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan pada tingkat keberhasilan tentang suatu tujuan karena usaha yang telah dilakukan seseorang. Hasil tersebut dapat berupa nilai penghargaan atau perubahan tingkah laku, sesuai dengan macam kegiatan yang dilakukan. Pada penelitian ini prestasi merupakan hasil yang telah dicapai oleh siswa dari kegiatan belajar akuntansi di SMK Negeri 1 Turen yang tercermin dalam nilai pre-test dan nilai post-tes. Arikunto (2003:286) mengemukakan bahwa “penilaian atas prestasi belajar dalam sistem pengajaran yang menganut prinsip belajar tuntas didasarkan atas sudah berhasil atau belumnya seorang siswa dalam mencapai tujuan”.

Prestasi sangat menentukan keadaan kemampuan dan intelegensi siswa, maka intelegensi merupakan suatu syarat dalam prestasi belajar. Perubahan tingkah laku yang dimiliki setiap siswa mempunyai suatu perubahan atau perbedaan tersendiri melalui ciri khas. Hasil prestasi belajar siswa juga perlu diketahui oleh seorang guru dalam mengajar dan mengambil kebijaksanaan dalam mengajar selanjutnya. Sesuai dengan pendapat Arikunto (2003:283) bahwa ”seperti halnya seorang siswa yang ingin mengetahui akan hasil usahanya, guru mengajar siswa itupun ingin mengetahui hasil usaha yang telah dilaksanakan terhadap siswanya”.

Pencapaian prestasi siswa menentukan adanya suatu dorongan yang bersifat positif, sehingga dari hasil dorongan itu nanti akan mendapatkan hasil yang tertentu pula. Tetapi dalam kenyataan ada kalanya seseorang yang mempunyai kemampuan yang kurang pada saat tertentu akan dapat mencapai hasil yang baik.

  1. 2. Pengertian Belajar

Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok dalam keseluruhan proses pendidikan. Dalam kegiatan belajar siswa di anggap sebagai objek yang harus di beri berbagai macam pengetahuan dan keterampilan agar dapat menambah pengetahuan yang dimiliki, misalnya dengan membaca, menghafal pelajaran, mengerjakan soal dan sebagainya. Pendapat ini menganggap siswa sebagai objek yang tidak diberi kesempatan mengembangkan diri atau belajar dari pengetahuan atau pengetahuan yang di peroleh. Belajar adalah suatu proses perubahan dari diri manusia itu sendiri, terbukti dengan munculnya tingkah laku baru misalnya, timbul wawasan baru dan rasa sosial yang berkembang.

Slameto (2003:2) menjelaskan bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memproleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali, baik sifat maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar. Perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar yaitu perubahan terjadi secara sadar, continue, positif dan aktif, terarah, dan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Menurut J.Bruner (dalam Slameto 2003:11) bahwa “belajar tidak untuk mengubah tingkah laku sesorang tetapi untuk mengubah kurikulum sekolah menjadi sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar lebih banyak dan mudah”. Dengan demikian alangkah baiknya bila sekolah dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk maju dengan cepat sesuai dengan kemampuan siswa dalam mata pelajaran tertentu. Partisipasi aktif dari siswa penting dalam proses belajar untuk mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan dari tiap-tiap siswa.

Selain itu Dimyati dan Mudjiono (2006:7) menyebutkan bahwa belajar merupakan tindakan  dan perilaku siswa yang kompleks, sebagai tindakan belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar, berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan amat tergantung pada proses belajar dan mengajar yang dialami siswa dan pendidik baik ketika para siswa di sekolah maupun di lingkungan keluarganya sendiri.

Berdasarkan uraian di atas, nampak bahwa belajar merupakan suatu proses  berfikir dalam menunjang perubahan tingkah laku baik dari aspek kognitif, psikomotorik maupun afektif. Belajar tidak terjadi secara spontan tetapi memerlukan waktu untuk mendapatkan hasil. Belajar tidak hanya semata-mata tekad membaca melainkan lebih dari itu yaitu melalui diskusi, mengamati sesuatu, mencoba, mempraktekkan , dan mendengarkan. Dengan belajar manusia dapat mempraktekkan hidup serta mengembangkan dirinya sendiri dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian segala yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan kesengajaan yang akhirnya dapat menambah pengetahuan, keterampilan, dan perubahan tingkah laku adalah merupakan hasil dari kegiatan belajar.

  1. 3. Pengertian Prestasi Belajar

Keberhasilan belajar peserta didik dapat diukur dengan alat ukur tertentu yang menghasilkan ukuran prestasi belajar. Soeito (1982:18) prestasi belajar adalah kemampuan bakat yang dimiliki anak dimana bila mendapat motivasi dan kesempatan yang baik dapat berkembang menjadi bukti keberhasilan yang dicapai. Prestasi belajar merupakan bukti keberhasilan seseorang atau siswa setelah melakukan suatu aktifitas belajar yaitu kegiatan untuk memperoleh pengetahuan, kecakapan baru, sikap kebebasan untuk mencapai kedewasaan seseorang.

Dimyati (2002:243) mengemukakan bahwa “kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar”. Dari pernyataan tersebut diketahui seorang siswa menunjukkan bahwa ia telah mampu memecahkan tugas-tugas belajar dan membuktikan keberhasilannya dalam belajar. Prestasi belajar merupakan suatu proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang baik pengetahuan, ketrampilan dan sikap. Perubahan ini dapat dilihat secara langsung maupun secara tidak langsung. Perubahan yang dapat dilihat secara langsung dapat diketahui melalui sikap dan tingkah laku. Perubahan yang tidak langsung dapat diketahui melalui evaluasi belajar.

Dimyati (2002:200) evaluasi belajar adalah suatu proses untuk menentukan nilai belajar siswa melalui kegiatan penilaian dan atau pengukuran hasil belajar. Untuk melaksanakan evaluasi hasil belajar, tentunya kita memerlukan alat atau instrumen yang kita gunakan untuk mengumpulkan informasi atau data yang kita perlukan. Berdasarkan pendapat ini bahwa tes merupakan saran yang digunakan untuk mengukur keberhasilan program yang telah dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Jadi tes yang digunakan dalam ujian adalah untuk mengetahui sejauh mana siswa mencapai suatu keberhasilan atau prestasi belajar setelah mengikuti suatu mata pelajaran ekonomi.

Dengan demikian prestasi belajar dapat dikemukakan sebagai hasil usaha kegiatan belajar yang dalam hal ini dinyatakan dalam bentuk symbol, angka, huruf, maupun suatu kalimat yang dapat tercermin dari usaha yang telah dicapai oleh anak dalam periode tertentu.

4Fungsi Prestasi Belajar

Keberhasilan dalam dunia pendidikan dan pengajaran biasanya dinilai dengan prestasi belajar yang diperoleh oleh siswa, di mana prestasi tersebut mempunyai beberapa fungsi. Menurut Hamalik (2000: 42-43) fungsi prestasi belajar adalah:

a. Prestasi belajar sebagai indikator kualitas pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik.

b. Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan rasa ingin tahu. Hal ini didasarkan atas asumsi bahwa ahli psikologi biasanya menyebut hal ini sebagai tendensi keingintahuan (Couriousty) dan merupakan kebutuhan umum pada manusia, termasuk kebutuhan anak didik dalam suatu program pendidikan.

c. Prestasi belajar sebagai bahan komputer dan jaringan dalam inovasi pendidikan. Asumsinya adalah bahwa prestasi belajar dapat dijadikan pendorong bagi anak didik dalam meningkatkan ilmu pengetauan dan teknologi, selain itu juga berperan sebagai umpan balik (feed back) dalam meningkatkan mutu pendidikan.

d. Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan. Indikator intern dalam arti prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat produktivitas suatu institusi pendidikan. Asumsinya bahwa kurikulum yang digunakan relevan dengan kebutuhan masyarakat dan anak didik. Indikator ekstern dalam arti bahwa tinggi rendahnya prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat kesuksesan anak didik bermasyarakat. Asumsinya adalah bahwa kurikulum yang digunakan relevan pula dengan kebutuhan pembangunan masyarakat.

e. Prestasi belajar dapat dijadikan indikator terhadap daya serap kecerdasan anak didik. Dalam proses belajar mengajar anak didik merupakan masalah yang utama dan hal pertama yang harus diperhatikan, sebab anak didik adalah sasaran utama dalam proses belajar.

B. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi dalam pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda.  Abdurrahman dan Bintoro (2000:78) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan  interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata.

Selain itu pembelajaran koperatif dapat juga diartikan sebagai penggunaan pengajaran yang terdiri dari kelompok kecil di mana siswa bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama. Dalam pembelajaran ini siswa diberikan dua tanggung jawab , yakni mempelajari materi yang dibebankan kepadanya dan meyakinkan bahwa semua anggota kelompok melakukan hal yang sama. Dan hal ini berarti bahwa setiap siswa harus saling membantu setiap anggota kelompoknya untuk memahami materi yang diberikan.

1.  Unsur-unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang didalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Adapun berbagai elemen dalam pembelajaran kooperatif adalah:

  1. Saling ketergantungan positif
  2. Interaksi tatap muka
  3. Akuntanbilitas individual
  4. Keterampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan.  Abdurrahman & Bintoro (dalam Nurhadi, 2004:61)

Selain itu Roger dan Johnson mengatakan (dalam Lie, 2004:31) bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dikatakan sebagai pembelajaran kooperatif. Ada lima unsur yang harus terkandung dalam pembelajaran kooperatif, antara lain saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok.

3 . Pendekatan Dalam Pembelajaran Kooperatif

Metode pembelajaran kooperatif dikembangkan setidaknya untuk memenuhi tiga tujuan pembelajaran penting yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial (Ibrahim, 2000:7).

Menurut Ibrahim (2000:20-28) ada empat pendekatan dalam pembelajaran kooperatif, yaitu:

  1. STAD (Student Teams Achievement Division)

Metode ini mengacu pada belajar kelompok siswa yang menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks.

  1. Investigasi Kelompok

Investigasi kelompok merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks. Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit daripada pendekatan yang lebih terpusat pada guru.

  1. Pendekatan struktural

Pendekatan ini memberi penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa.

  1. Jigsaw

Jigsaw merupakan metode pembelajaran dengan menggunakan pola kelompok asal dan kelompok ahli yang mengutamakan rasa tanggungjawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain.

.C. Model Pembelajaran Numbered Head Together

Model pembelajaran ini dikembangkan oleh Kagan, S (1992). Meskipun model pembelajaran ini memiliki kesamaan dengan model pembelajaran kooperatif  lainnya namun model pembelajaran ini lebih menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi khusus siswa (Lie, 2004:59).

Model NHT ini dimaksudkan sebagai alternatif terhadap struktur kelas yang tradisional. Seperti resitasi, guru mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas dan siswa memberikan jawaban setelah mengangkat tangan dan ditunjuk. Model NHT ini menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif daripada penghargaan individual.

Menurut Nurhadi (2003:38) berikut ini adalah langkah-langkah dalam pembelajaran model NHT:

  1. Langkah 1- Penomoran (Numbering): Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3 hingga 5 siswa dan member mereka nomor sehingga tiap siswa dalam tim tersebut memiliki nomor berbeda.
  2. Langkah 2- pengajuan Pertanyaan (Questioning): Guru mengajukan suatu pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi dari yang bersifat spesifik hingga yang bersifat umum. Contoh pertanyaan yang bersifat spesifik adalah “ Dimana letak Kerajaan Tarumanegara?” sedangkan contoh pertanyaan yang bersifat umum adalah “ Mengapa Diponegoro memberontak kepada pemerintah Belanda?”
  3. Langkah 3- Berpikir Bersama (Head Together): Para siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban tersebut.
  4. Langkah 4- Pemberian Jawaban (Answering): Guru menyebut satu nomor para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk setiap kelas.

Metode ini bertujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik sehingga diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Karena selain siswa belajar dalam kelompok, terdapat juga penomoran pada masing-masing siswa dalam kelompok  yang akan memacu siswa untuk tidak sepenuhnya bergantung  pada angota kelompoknya.

  1. D. Metode Pembelajaran Jigsaw

Pada awalnya metode ini dikembangkan oleh Elliot Arronson dari Universitas Texas dan kemudian diadaptasi oleh Slavin (Nurhadi, 2004:65). Metode ini didesain utuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Dalam hal ini siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan oleh guru, tetapi dengan demikian siswa saling tergantung satu dengan lainnya dan harus bekerjasama untuk mempelajari materi yang diberikan.

Dalam pelaksanaannya kelas dibagi menjadi beberapa kelompok yang anggotanya terdiri dari 5 atau 6 ssiwa dengan karakteristik yang heterogen dengan menggunakan pola kelompok asal dan kelompok ahli. Para anggota dari kelompok  yang berbeda memiliki tanggung jawab untuk mempelajari suatu materi pelajaran yang sama dan selanjutnya berkumpul untuk saling membantu mengkaji materi tersebut. Kumpulan siswa semacam itu disebut kelompok ahli. Selanjutnya, para siswa yang berada dalam kelompok ahli kembali ke kelompok semula untuk mengajar anggota lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam kelompok ahli. Pada akhir pelajaran para siswa dievaluasi secara individual mengenai materi yang telah dipelajari melalui tes. Dan setelah pembelajaran berakhir siswa diberikan penghargaan kelompok yang berupa pujian ataupun berupa hadiah. Semua itu merupakan salah satu bentuk penghargaan atas usaha yang telah dilakukan kelompok selama belajar.

  1. E. Kajian Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan acuan-acuan atau patokan yang telah ada sebagai acuan dasar dalam melakukan penelitiannya termasuk pernyataan-pernyataan yang telah disampaikan oleh peneliti lain dengan konsep yang sama. Dalam tesisnya Majid (2006) yang berjudul “ Pembelajaran Kooperatif Dengan Pendekatan Struktural Numbered Head Together untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa Tentang Sistem Persamaan Linier Dua Peubah di SMP Negeri 4 Bau-Bau”  mengatakan bahwa semua siswa merasa senang terhadap penerapan model pembelajaran ini dan mudah memahami materi system linier 2 peubah. Hal ini dibuktikan dengan nilai tindakan I mencapai 77,938% dan pada tindakan II mencapai 85,436%. Hal ini berarti bahwa ada peningkatan prestasi belajar siswa dengan pendekatan struktural Numbered Heads Together.

Selain itu Syarofatin (2007) menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa motivasi belajar siswa pada siklus I sebesar 58,05% (kategori kurang) meningkat menjadi 63,81% (kategori cukup) pada siklus II. Hasil belajar siswa menunjukkan bahwa pada siklus I skor rata-rata kelas sebesar 75,95 dengan presentase ketuntasan belajar secara klasikal sebesar 64,29% meningkat menjadi 80,64 dengan persentase ketuntasan belajar secara klasikal sebesar 78,57% pada siklus II. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif model Numbered Heads Together dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.

Febrilla (2006) dalam skripsinya yang berjudul “Keefektifan Metode Pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw Dibandingkan Metode Konvensional dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Turen Tahun Ajaran 2005/2006 pada Pokok Bahasan Hidrokarbon.” menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif teknik jigsaw dapat meningkatkan keaktifan siswa. Nilai rata-rata hasil belajar siswa yang diajar menggunakan metode pembelajaran kooperatif sebesar 70,25%, sedangkan nilai rata-rata hasil belajar ssiwa yang diajar menggunakan metode konvensional hanya sebesar 57,59. Hasil tersebut menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa yang diajar denagn metode pembelajaran kooperatif teknik jigsaw lebih baik dan berbeda secara signifikan dengan prestasi belajar siswa yang diajar denagn metode konvensional.

  1. F. Pengembangan Hipotesis Penelitian

“Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan”. (Sugiyono, 2006:96)

Dari pengertian di atas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :

“Ada perbedaan prestasi belajar yang signifikan antara metode NHT dengan metode jigsaw

Posted by: ryfkanarang | January 2, 2010

mAKALAH kURIKULUM

Rasional

Pendidikan Jasmani pada dasarnya merupakan bagian integral dari sistem

pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek

kesehatan, kebugaran jasmani, keterampilan berfikir kritis, stabilitas

emosional, keterampilan sosial, penalaran dan tindakan moral melalui

aktivitas jasmani dan olahraga.

Di dalam intensifikasi penyelengaraan pendidikan sebagai suatu proses

pembinaan manusia yang berlangsung seumur hidup, peranan Pendidikan

Jasmani adalah sangat penting, yang memberikan kesempatan kepada siswa

untuk terlibat langsung dalam aneka pengalaman belajar melalui aktivitas

jasmani, bermain dan olahraga yang dilakukan secara sistematis. Pembekalan

pengalaman belajar itu diarahkan untuk membina, sekaligus membentuk

gaya hidup sehat dan aktif sepanjang hayat.

Pendidikan Jasmani merupakan media untuk mendorong perkembangan

keterampilan motorik, kemampuan fisik, pengetahuan, penalaran,

penghayatan nilai (sikap-mental-emosional-spiritual-sosial), dan

pembiasaan pola hidup sehat yang bermuara untuk merangsang

pertumbuhan serta perkembangan yang seimbang.

Dengan Pendidikan Jasmani siswa akan memperoleh berbagai ungkapan

yang erat kaitannya dengan kesan pribadi yang menyenangkan serta

berbagai ungkapan yang kreatif, inovatif, terampil, memiliki kebugaran

jasmani, kebiasaan hidup sehat dan memiliki pengetahuan serta

pemahaman terhadap gerak manusia.

Dalam proses pembelajaran Pendidikan Jasmani, guru diharapkan

mengajarkan berbagai keterampilan gerak dasar, teknik dan strategi permainan

dan olahraga, internalisasi nilai-nilai (sportifitas, jujur, kerjasama, dan lain-

lain) serta pembiasaan pola hidup sehat. Pelaksanaannya bukan melalui6

Pendidikan Jasmani

pengajaran konvensional di dalam kelas yang bersifat kajian teoritis, namun

melibatkan unsur fisik, mental, intelektual, emosi dan sosial. Aktivitas yang

diberikan dalam pengajaran harus mendapatkan sentuhan didaktik-metodik,

sehingga aktivitas yang dilakukan dapat mencapai tujuan pengajaran.

Tidak ada pendidikan yang tidak mempunyai sasaran paedagogis, dan

tidak ada pendidikan yang lengkap tanpa adanya Pendidikan Jasmani,

karena gerak sebagai aktivitas jasmani adalah dasar bagi manusia untuk

mengenal dunia dan dirinya sendiri yang secara alamiah berkembang

searah dengan perkembangan zaman.

Posted by: ryfkanarang | January 2, 2010

Sejarah Permaianan Bola Basket

Sejarah permainan dan perkembangan bola basket
Permainan bola basket diciptakan oleh Prof. Dr. James A. Naismith salah seorang guru pendidikan jasmani Young Mens Christian Association (YMCA) Springfield, Massachusets, Amerika Serikat pada tahun 1891. Gagasan yang mendorong terwujudnya cabang olahragabaru ini ialah adanya kenyataan bahwa waktu itu keanggotaan dan pengunjung sekolah tersebut kian hari kian merosot. Sebab utamanya adalah rasa bosan dari para anggota dalam mengikuti latihan olahraga Senam yang gerakannya kaku. Di samping itu kebutuhan yang dirasakan pada musim dingin untuk tetap melakukan olahraga yang menarik semakin mendesak.
Dr. Luther Gullick, pengawas kepala bagian olahraga pada sekolah tersebut menyadari adanya gejala yang kurang baik itu dan segera menghubungi Prof. Dr. James A. Naismith serta memberi tugas kepadanya untuk menyusun suatu kegiatan olahraga yang baru yang dapat dimainkan di ruang tertutup pada sore hari.
Dalam menyambut tugasnya itu Nasimith menyusun suatu gagasan yang sesuai dengan kebutuhan ruang tertutup yakni permainan yang tidak begitu keras, tidak ada unsur menendan, menjegal dan menarik serta tidak sukar dipelajari. Langkah pertama, diujinya gubahan dari permainan Footbal, Baseball, Lacrose dan Sepakbola. Tetapi tidak satupun yang cocok dengan tuntutannya. Sebab disamping sulit dipelajari, juga permainan tersebut masih terlalu keras untuk dimainkan di ruangan tertutup yang berlampu.
Dari hasil percobaan yang dilakukan itu Naismith akhrinya sampai pada kesimpulan bahwa permainan yang baru itu harus mempergunakan bola yang bentuknya bulat, tidak menjegal, dan harus menghilangkan gawang sebagai sasarannya. Untuk menjinakkan bola sebagai pengganti menendang dilakukan gerakan mengoper dengan tangan serta menggiring bola (dribbling) sebagai puncak kegairahan, gawang diganti dengan sasaran lain yang sempit dan terletak di atas para pemain, sehingga dengan obyek sasaran yang demikian pengutamaan tembakan tidak terletak pada kekuatan seperti yang terjadi pada waktu menendang, melainkan pada ketepatan menembak.
Semula Naismith akan menggunakan kotak kayu untuk sasaran tembakan tersebut, tetapi berhubung waktu percobaan dilakukan yang ada hanya keranjang (basket) buah persik yang kosong, maka akhirnya keranjang itulah dijadikan sasaran tembakan. Dari perkataan basket ini kemudian permainan baru yang ditemukan Prof. Dr. James A. Naismith tersebut dinamakan Basketball.
Beberapa catatan penting dalam perkembangan bola basket.
1. Tahun 1891 : Prof. Dr. James A. Naismith menemukan permainan Bola Basket
2. Tahun 1892 : Untuk pertama kali Naismith memperkenalkan permainan Bola Basket kepada masyarakat (Amerika)
3. Tahun 1894 : Prof. Dr. James A. Naismith dan Dr. Luther Gullick untuk pertama kali mengeluarkan peraturan permainan resmi.
4. Tahun 1895 : Kata Basketball secara resmi diterima dan dimasukkan ke dalam perbendaharaan bahasa Inggris.
5. Tahun 1913 : Untuk pertama kali diadakan Kejuaraan Bola Basket Far Eastern. Pada kesempatan tersebut regu Phillipina mengalahkan Cina.
6. Tahun 1918 : Tentara pendudukan Amerika dan anggota YMCA memperkenalkan permainan Bola Basket di banyak negara Eropa.
7. Tahun 1919 : Dalam Olympiade Militer di Joinville, permainan Bola Basket termasuk salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan.
8. Tahun 1932 : Untuk pertama kali diadakan Kongres Bola Basket bertempat di Jenewa Swiss. Para peserta yang hadir adalah : Argentina, Cekoslowakia, Yunani, Italia, Portugal, Rumania dan Swiss. Keputusan penting yang dihasilkan adalah terbentuknya Federasi Bola Basket Internasional – Federation International de Basketball (FIBA)
9. Tahun 1933 : Untuk pertama kali diselnggarakan kejuaraan Dunia Bola Basket Mahasiswa di kota Turin – Italia.
10. Tahun 1935 : Dalam Kongres Komite Olympiade Internasional, Bola Basket diterima sebagai salah satu nomor pertandingan Olympiade.
11. Tahun 1936 : Untuk pertama kali Bola Basket dipertandingkan dalam Olympiade Berlin. Dua puluh dua negara ikut serta. Juaranya adalah USA, Kanada dan Meksiko.
12. Tahun 1939 : Prof. Dr. James A. Naismith meninggal dunia.
Perkembangan Bola Basket di Indonesia
Di tengah-tengah gejolak revolusi bangsa dalam mempertahankan kemerdekaan yang telah direbut itu, permainan Bola Basket mulai dikenal oleh sebagian kecil rakyat Indonesia, khususnya yang berada di kota perjuangan dan pusat pemerintahan Rakyat Indonesia, Yogyakarta serta kota terdekat Solo. Nampaknya, ancaman pedang dan dentuman meriam penjajah tidak menjadi penghalang bagi bangsa Indonesia untuk melakukan kegiatan olahraga, termasuk permainan Bola Basket. Bahkan dengan dilakukannya kegiatan-kegiatan olahraga tersebut semangat juang bangsa Indonesia untuk mempertahankan tanah airnya dari ancaman para penjajah yang menginginkan kembali berkuasa semakin membaja. Terbukti pada bulan September 1948, di kota Solo diselenggarakan Pekan Olahraga Nasional (PON) Pertama yang mempertandingkan beberapa cabang olahraga, diantaranya Bola Basket. Dalam kegiatan tersebut ikut serta beberapa regu, antara lain : PORO Solo, PORI Yogyakarta dan Akademi Olahraga Sarangan.
Mengenal Permainan Bola Basket
Permainan Bola Basket dimainkan oleh dua regu yang berlawanan. Tiap-tiap regu yang melakukan permainan di lapangan terdiri dari 5 orang, sedangkan pemain pengganti sebanyak-banyaknya 7 orang, sehingga tiap regu paling banyak terdiri dari 12 orang pemain.
Permainan Bola Basket dimainkan di atas lapangan keras yang sengaja diadakan untuk itu, baik di lapangan terbuka maupun di ruangan tertutup. Pada hakekatnya, tiap-tiap regu mempunyai kesempatan untuk menyerang dan memasukkan bola sebanyak-banyaknya keranjang sendiri untuk sedapat mungkin tidak kemasukan.
Secara garis besar permainan Bola Basket dilakukan dengan mempergunakan tiga unsur teknik yang menjadi pokok permainan, yakni : mengoper dan menangkap bola (pasing and catching), menggiring bola (dribbling), serta menembak (shooting).
Ketiga unsur teknik tadi berkembang menjadi berpuluh-puluh teknik lanjutan yang memungkinkan permainan Bola Basket hidup dan bervariasi. Misalnya, dalam teknik mengoper dan menangkap bola terdapat beberapa cara seperti : tolakan dada (chest pass), tolakan di atas kepala (overhead pass), tolakan pantulan (bounce pass), dan lain sebagainya. Dalam rangkaian teknik ini, dikenal pula sebutan pivot yakni pada saat memegang bola, salah satu kaki bergerak dan satu kaki lainnya tetap di lantai seabgai tumpuan.
Teknik menggiring bola berkaitan erat dengan traveling, yakni gerakan kaki yang dianggap salah karena melebihi langkah yang ditentukan. Juga double dribble suatu gerakan tangan yang dilarang karena menggiring bola dengan kedua tangan atau menggiring bola untuk kedua kalinya setelah bola dikuasai dengan kedua tangan.
Teknik menembak berkaitan erat dengan gerak tipu, lompat, blok dan lain sebagainya. Begitu banyak teknik permainan yang harus dikuasai oleh seorang pemain Bola Basket, sehingga sulit untuk diperinci satu-persatu dalam tulisan ini. Namun demikian, dengan menguasai ketiga unsur teknik pokok tadi serta beberapa lanjutannya, seseorang sudah dapat melakukan permainan Bola Basket, walaupun tidak sempurna.
Ketentuan bermain dan bertanding.
Seperti telah diuraikan di atas permainan Bola Basket dimainkan oleh dua regu, masing-masing terdiri dari 5 orang pemain. Wasit yang memimpin terdiri dari 2 orang yagn senantiasa berganti posisi. Waktu bermain yang resmi 2 x 20 menit bersih, tidak termasuk masa istirahat 10 menit, time out, dua kali bagi masing-masing regu tiap babak selama 1 menit, saat pergantian pemain dan atau peluit dibunyikan wasit karena bola ke luar lapangan atau terjadi pelanggaran/kesalahan seperti foul dan travelling. Apabila dalam pertandingan resmi (yang dimaksud disini bukan pertandingan persahabatan) terjadi pengumpulan angka sama, waktu diperpanjang sekian babak (tiap 5 menit) sampai terjadi perbedaan angka.
Khusus untuk permainan Mini Basket yang diperuntukkan anak-anak di bawah umur 13 tahun, diberlakukan peraturan tersendiri yang agak beda, antara lain : bola yang dipergunakan lebih kecil dan lebih ringan, pemasangan keranjang yang lebih rendah, waktu pertandingan 4 x 10 menit dengan 3 kali istirahat dan lainnya lagi seperti dalam hal penggantian pemain.
Peraturan permainan yang dipergunakan sangat tergantung daripada peraturan PERBAIS/FIBA mana yang berlaku. Misalnya pada tahun 1984, peraturan permainan yang berlaku adalah Peraturan Permainan PERBASI/FIBA tahun 1980 – 1984.
Alat-Alat Perlengkapan dan Lapangan
Berdasarkan Peraturan Permainan PERBASI/FIBA tahun 1980 – 1984, alat-alat perlengkapan dan lapangan terdiri dari :
1. Bola Basket
Terbuat dari karet yang menggelembung dan dilapisi sejenis kulit, karet atau sintesis. Keliling bola tidak kurang dari 75 cm dan tidak lebih dari 78 cm, serta beratnya tidak kurang dari 600 gram dan tidak lebih dari 650 gram. Bola tersebut dipompa sedemikan rupa sehingga jika dipantulkan ke lantai dari ketinggian 180 cm akan melambung tidak kurang dari 120 cm tidak lebih dari 140 cm.
2. Perlengkapan Teknik
2.1. Untuk pencatatan waktu diperlukan sedikitnya 2 buah stopwatch, satu untuk pencatat waktu dan satu lagi untuk time out.
2.2. Alat untuk mengukur waktu 30 detik
2.3. Kertas score (Scoring Book) untuk mencatat/merekam pertandingan.
2.4. Isyarat – scoring board, tanda kesalahan perorangan yakni angka 1 sampai dengan 5, serta bendera merah dua buah untuk kesalahan regu.
3. Lapangan
3.1. Lapangan Permainan
Berbentuk persegi panjang dengan ukuran panjang 26 m dan lebar 14 m yang diukur dari pinggir garis batas. Variasi ukuran diperolehkan dengna menambah atau mengurangi ukuran panjang 2 m serta menambah atau mengurangi ukuran lebar 1 m. Di lapangan ini terdapat beberapa ukuran seperti : lingakaran tengah, dan lain sebagainya yang secara jelas dan terperinci akan diuraikan dalam gambar di bawah nanti.
3.2. Papan Pantul
Papan pantul dibuat dari kayu keras setebal 3 cm atau dari bahan transparant yang cocok. Papan pantul berukuran panjang 180 cm dan lebar 120 cm.. Tinggi papan, 275 cm dari permukaan lantai sampai ke bagian bawah papan, dan terletak tegak lurus 120 cm jaraknya dari titik tengah garis akhir lapangan. (Perincian selengkapnya, lihat gambar).
3.3. Keranjang
Keranjang terdiri dari Ring dan Jala. Ring tersebut dari besi yang keras dengan garis tengah 45 cm berwarna jingga. Tinggi ring 305 cm dari permukaan lantai dan dipasang dipermukaan papan pantaul dengan jarak 15 cm. Sedangkan jala terdiri dari tambah putih digantung pada ring. Panjang jala 40 cm.

Posted by: ryfkanarang | January 2, 2010

MAKALAH DEFINISI TEKNOLOGI PEMBELAJARAN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teknologi Pembelajaran adalah studi dan etika praktek untuk memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja melalui penciptaan, penggunaan, dan pengaturan proses  dan sumber daya teknologi. Studi. Pemahaman teoritis, sebagaimana dalam praktek teknologi pendidikan memerlukan konstruksi dan perbaikan pengetahuan yang berkelanjutan melalui penelitian dan refleksi praktek, yang tercakup dalam istilah studi. Etika Praktek. Mengacu kepada standard etika praktis sebagaimana didefinisikan oleh Komite Etika AECT mengenai apa yang harus dilakukan oleh praktisi Teknologi Pendidikan. Fasilitasi. Pergeseran paradigma kearah kepemilikan dan tanggung jawab pembelajar yang lebih besar telah merubah peran teknologi dari pengontrol menjadi pem-fasilitasi. Pembelajaran. Pengertian pembelajaran saat ini sudah berubah dari beberapa puluh tahun yang lalu. Pembelajaran selain berkenaan dengan ingatan juga berkenaan dengan pemahaman. Peningkatan. Peningkatan berkenaan dengan perbaikan produk, yang menyebabkan pembelajaran lebih efektif, perubahan dalam kapabilitas, yang membawa dampak pada aplikasi dunia nyata. Kinerja. Kinerja berkenaan dengan kesanggupan pembelajar untuk menggunakan dan mengaplikasikan kemampuan yang baru didapatkannya.

Berdasarkan definisi 1994, Teknologi Pembelajaran adalah ; Teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan dan penilaian proses dan sumber untuk belajar. Komponen definisinya adalah : teori dan praktek ; desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan penilaian ; proses dan sumber ; untuk keperluan belajar.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Definisi teknologi pembelajaran tahun 1994

1.2.2 Hubungan antara ilmu pengetahuan dan teknologi.

1.3 Tujuan

1.3.1 Mahasiswa mampu memahami definisi teknologi pembelajaran tahun 1994

1.3.2 Mahasiswa mengerti hubungan antara ilmu pengetahuan dan teknologi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi teknologi pembelajaran

Teknologi pembelajaran (Instructional Techonology) adalah teori dan praktek tentang perancangan, pengembangan, penggunaan, pengelolaan dan pengevaluasian dari suatu proses dan sumber-sumber untuk belajar.

Hakekat definesi

Israel scheffler (1960) membedakan dua jenis definisi, yaitu definisi umum dan definisi ilmiah. Menurut scheffler, definisi itu terpadu dalam konteks penelitian, definisi umum dapat dipahami baik oleh masyarakat umum maupun kalangan professional. Definisi umum itu menjelaskan bagaimana sebuah istilah harus dipahami dalam konteks pemakaiannya. Scheffler menggolongkan tiga jenis definisi umum, yaitu definisi stipulatif (stipulative definition), definisi deskriptif (descriptive definition), dan definisi programatik (programative definition). Definisi bidang studi yang disajikan di sini memenuhi kriteria yang ditentukan oleh scheffler untuk definisi stipulatif dan definisi programatis. Definisi tahun 1994 itu didasarkan pada pemakaian sebelumnya, yang menjelaskan karakteristik bidang studi teknologi pembelajaran dan menyarankan kawasan yang perlu diteliti. Oleh karena itu, definisi stipulatif yang berimplikasi programatislah yang diperlukan untuk tujuan komunikasi.

Sebuah bidang kajian dapat didefinisikan dalam beberapa cara, dengan peran yang dimainkan oleh para praktisi, dengan ruang lingkup pengetahuan tertentu, atau dengan syarat-syarat professional di bidang itu (Marriner-Tommey, 1989). Definisi bisa bersifat logis atau metaforis atau paduan keduanya. Misalnya, peran dalam sebuah bidang kajian dapat dideskripsikan melalui metaphor, seperti menggambarkan pembuatan rancangan pembelajaran seperti seorang pemahat yang sedang merancang patung dan pahatannya.

Sebelum sebuah definisi dikembangkan, parameter definisi itu perlu dijelaskan. Parameter adalah asumsi yang menjadi dasar untuk membuat keputusan. Untuk bisa diformulasikan, keputusan haruslah memuat ruang lingkup (scope), tujuan (purpose), titik pandang (viewpoint), sasaran (audience) dan karakteristik penting (essential characteristics) yang perlu diperhatikan. Definisi teknologi pembelajaran tahun 1994 didasarkan pada asumsi-asumsi berikut ini:

  • Teknologi pembelajaran merupakan sebuah gerakan untuk menjadi bidang kajian atau bidang studi dan profesi. Oleh karena profesi berhubungan dengan dasar pengetahuan, definisi tahun 1994 haruslah mengidentifikasi dan menekankan pada teknologi pembelajaran secara akademis yaitu sebagai bidang akademis dan juga sebagai swsuatu yang praktis. Ini berbeda dengan definisi tahun 1977 yang lebih menekankan pada peran-peran praktis.
  • Definisi bidang studi yang sudah direvisi itu harus memuat kawasan yang menjadi perhatian praktisi dan para pakar. Kawasan-kawasan itu merupakan domain dari bidang studi.
  • Proses dan produk sangat penting dan perlu untuk direfleksikan dalam definisi.
  • Hal-hal lain yang tidak dipahami atau dikenali secara jelas oleh professional teknologi pembelajaran harus disishkan dari definisi.

Meskipun tidak dinyatakan secara jelas, beberapa karakteristik penting bidang studi itu sudah termuat secara emplisit dalam definisi itu. Pertama, diasumsikan bahwa baik penelitian maupun praktek dalam bidang studi itu dilakukan dengan format standar yang disertai norma-norma etik profesi. Di samping itu, juga diasumsikan bahwa keputusan professional teknologi pembelajaran ditentukan oleh pemahaman tentang intervensi yang lebih cenderung membuahkan hasil yang efektif. Kesadaran mengenai dasar pengetahuan tentang sesuatu yang terjadi dalam lingkungan beragam dan pemakaiandasar pengetahuan itu merupakan titik pijakan penting para professional teknologi pembelajaran. Para teknolog pembelajaran yang gagal mengikuti praktik yang efektif telah menyimpang dari komitmen mereka pada norma-norma bidang studi itu.

Definisi itu juga mengasumsikan bahwa praktik dalam bidang studi diwarnai oleh pencapaian tujuan yang efektif. Kemampuan untuk mencapai tujuan yang efektif dan produktif yaitu dengan cara yang lebih langsung, singkat, dan hemat. Banyak kegiatan yang dilakukan oleh para teknolog pembelajaran sebagai professional juga dilakukan oleh orang lain, seperti mengembangkan perangkat computer untuk pembelajaran, menyeleksi materi untuk pembelajaran, dan membuat rekaman video. Diasumsikan perbedaannya adalah bahwa para professional itu akan mampu melakukan kegiatan itu dengan cara yang lebih.

Teknologi Pembelajaran

Secara historis bidang studi ini yang disebut sebagai “Teknologi Pendidikan” (Educational Technology) dan “Teknologi Pembelajaran” (Instructional Technology).Mereka yang lebih suka menggunakan istilah teknologi pembelajaran karena dua alasan. Yang pertama ialah bahwa kata pembelajaran (Instructional) lebih sesuai untuk mendeskripsikan fungsi-fungsi teknologi. Kedua, mereka menyatakan bahwa istilah pembelajaran lebih tepat sebab teknologi pendidikan pada umumnya berimplikasi pada lingkungan sekolah atau lingkungan pendidikan. Bagi kebanyakan pihak istilah pembelajaran memadukan tidak saja lingkungan persekolahan akan tetapi juga situasi pelatihan di luar sistem persekolahan. Knirk dan Gustafon (1986) menyatakan bahwa pembelajaran pada dasarnya berhubungan dengan masalah pengajaran (teaching) dan belajar (learning), sedangkan pendidikan mencakup semua aspek pendidikan.

Mereka yang menyukai menggunakan istilah teknologi pendidikan menyatakan bahwa oleh karena pembelajaran (Instruction) dipandang oleh kebanyakan sebagai bagian pendidikan, maka pembelajaran itu dapat membantu mempertahankan focus bidang studi itu(Association for Educational Communications and Technology, 1977; Saettler, 1990). Mereka percaya bahwa pendidikan mengacu ke belajar dalam banyak lingkungan termasuk rumah, sekolah, dan kerja. Sedangkan pembelajaran hanya berkonotasi kegiatan belajar di lingkungan sekolah.

Tampaklah bahwa kedua kelompok itu menggunakan rasional yang sama untuk memperkuat pandangan mereka mengenai pemakaian istilah yang berbeda. Mereka jugalah yang menggunakan kedua istilah itu untuk pengertian yang sama setelah bertahun-tahun seperti yang dicatat oleh finn tahun 1965. Sekitar tiga puluh tahun yang lalu istilah “Teknologi pendidikan” lebih disukai di inggris dan kanada., sedangkan istilah “Teknologi Pembelajaran” banyak dipakai di amerika serikat dewasa ini.

Pada tahun 1977 Asosiasi komunikasi dan teknologi pendidikan (Association for Educational Communications and Technology/ AECT) membedakan istilah antara “Teknologi pendidikan” dengan “Teknologi pembelajaran. Teknologi pendidikan pendidikan digunakan untuk mendeskripsikan bagian pendidikan yang digunakan untuk menangani masalah yang berhubungan dengan semua aspek belajar manusia melalui proses yang kompleks dan berkaitan. Interaksi ini juga memungkinkan “Teknologi Pendidikan” untuk mencakup belajar melalui media massa dan sistem pendukung pembelajaran termasuk sistem manajemennya. Teknologi dalam pendidikan digunakan untuk mendiskripsikan aplikasi teknologi yang digunakan oleh sistem pendukung pendidikan seperti pelaporan nilai, pembuatan jadwal dan pendanaan. “Teknologi Pembelajaran” didefinisikan sebagai bagian teknologi pendidikan dengan menggunakan rasional bahwa pembelajaran (Instruction) adalah bagian pendidikan yang hanya berhubungan dengan belajar yang bertujuan dan dapat dikontrol (AECT, 1977).

Posted by: ryfkanarang | January 2, 2010

Makalah MEDIA PEMBELAJARAN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Media pembelajaran merupakan salah satu komponen pembelajaran yang mempunyai peranan penting dalam Kegiatan Belajar Mengajar. Pemanfaatan media seharusnya merupakan bagian yang harus mendapat perhatian guru / fasilitator dalam setiap kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu guru / fasilitator perlu mempelajari bagaimana menetapkan media pembelajaran agar dapat mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran dalam proses belajar mengajar.

Pada kenyataannya media pembelajaran masih sering terabaikan dengan berbagai alasan, antara lain: terbatasnya waktu untuk membuat persiapan mengajar, sulit mencari media yang tepat, tidak tersedianya biaya, dan lain-lain. Hal ini sebenarnya tidak perlu terjadi jika setiap guru / fasilitator telah mempunyai pengetahuan dan ketrampilan mengenai media pembelajaran.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apakah media pembelajaran?

2. Bagaimana manfaat media pembelajaran?

3. bagaimana fungsi media pembelajaran?

1.3 TUJUAN

  1. 1. untuk mengetahui media pembelajaran
  2. 2. untuk mengetahui manfaat media pembelajaran
  3. 3. untuk mengetahui fungsi media pembelajaran
Posted by: ryfkanarang | January 2, 2010

Makalah Pembelajaran Video Pembelajaran

Penggunaan Video Sebagai Sumber Pembelajaran

A. Pendahuluan

Penggunaan video sebagai sumber pembelajaran sangat penting. Dengan menggunakan video sebagai sumber pembelajaran, siswa dapat memberikan tanggapan pada kompetensi dasar, mengomentari pementasan, dan juga pemodelan pada kompetensi dasar menulis naskah video dan juga kompetensi dasar memerankan nakah yang ditulis siswa. Masalah yang dibahas adalah hal-hal yang berhubungan dengan penggunaan video

sebagai sumber pembelajaran video pada siswa. Pendekatan yang digunakan dalam pembuatan pembelajaran video ini adalah pendekatan konstruktivis dan desain. Sumber pembelajaran ini adalah video yang berhubungan dengan penggunaan video sebagai sumber pembelajaran. Penggunaan video sebagai sumber pembelajaran kompetensi dasar menanggapi untuk membantu siswa dalam memahami kompetensi dasar yang akan dicapai dan juga dapat digunakan sebagai pemodelan pada kompetensi dasar yang lain yaitu menulis naskah video.

Dalam menggunakan video sebagai sumber pembelajaran mempunyai beberapa faktor pendukung keberhasilan penggunaan video sebagai sumber pembelajaran. Terdapat tiga faktor pendukung penggunaan video sebagai sumber pembelajaran, faktor pendukung itu terdiri dari faktor internal dan eksternal. Faktor pendukung internal antara lain: (1) adanya  semangat fasilitator untuk membuat metode atau strategi yang bervariasi untuk memadukan pendekatan kontekstual dan komunikatif sehingga meminimalisasi rasa bosan dan membuat siswa semangat untuk mengikuti pelajaran (2) adanya upaya fasilitator untuk menggunakan metode, media yang bervariasi yang disesuaikan dengan kompetensi dasar dan juga minat siswa, (3)adanya kerjasama antara seluruh komponen sekolah yaitu fasilitator, kurikulum, metode  dan lingkungan sekolah yang saling mendukung untuk membentuk suatu system yang dapat saling membantu dan bekerja sama. Sedangkan faktor pendukung eksternal yaitu: adanya kerjasama antar fasilitator bidang studi bahasa Indonesia.

B.    Pembahasan

Program pembelajaran vadeo ini menampilkan keterampilan mengadakan tampilan dimulai dengan penjelasan presenter tentang pengertian, pentingnya keterampilan mengadakan pembelajaran video yang perlu dikuasai untuk menerapkan keterampilan dasar mengadakan pembelajaran video. Langkah berikutnya adalah menunjukkan contoh-contoh penerapan komponen-komponen keterampilan mengadakan pembelajaran video. Caranya ialah dengan menunjukkan cuplikan-cuplikan tayangan yang menunjukkan cara pembuatan video dan carapembelajaran, yang dilanjutkan dengan menjelaskan prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam penerapan keterampilan mengadakan pembelajaran.

Setelah sajian contoh-contoh penerapan setiap komponen keterampilan mengadakan kegiatan berikutnya adalah mengadakan rangkuman tentang pengertian, manfaat, komponen, dan prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam  keterampilan mengadakan pembelajaran. Kegiatan akhir adalah presenter menyampaikan pesan tindak lanjut dan menutup sajian program video. Dalam pesan tindak lanjut, presenter meminta para mahasiswa membaca bahan rujukan keterampilan mengadakan variasi. Dalam bagian penutup presenter mengingatkan kembali tentang cara menguasai keterampilan dasar mengajarkan pembelajaran video dengan (1) memahami hakikat, prinsip dan komponen keterampilan, (2) menerapkan keterampilan dalam bentuk pengajaran mikro, dan (3) menerapkan keterampilan dalam praktik mengajar.

Posted by: ryfkanarang | January 2, 2010

Makalah PEMBELAJARAN VISIONER

Guru, sebagai pengajar dan pendidik, memainkan peranan penting dan strategis dalam jagat pendidikan. Ia merupakan salah satu komponen penting pendidikan dalam proses aktualisasi dan optimalisasi kemanusiaan manusia peserta didik. Oleh karenanya, setiap adanya inovasi pendidikan yang bermuara pada upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM- dalam arti yang seluas-luasnya), guru selalu dilibatkan di dalamnya.

Kini, ditengah perkembangan dan perubahan zaman yang begitu cepat akibat perkembangan dan kemajuan iptek (baca; globalisasi-informasi) yang hampir dapat dipastikan akan membawa perubahan-perubahan dalam dunia siswa dengan seluruh alam pikiran, kepribadian, dan idealismenya, guru dituntut untuk lebih kreatif, proaktif, inovatif, dan visioner.

Guru diharapkan mampu untuk beradaptasi dan mampu mengelola perubahan yang terus terjadi saat ini secara maksimal. Guru hendaknya terus-menerus melengkapi dirinya dengan sejumlah kompetensi yang memadai agar penampilannya di depan kelas, proses fasilitasi, proses interaktif-dialogis, dan ragam metode serta pendekatan pedagogisnya sungguh relevan dengan perubahan yang terjadi tersebut. Prinsip pedagogi “educatio cura personalis est” hendaknya selalu menjadi inspirasinya dalam mengantar peserta didik menuju kepenuhan kemanusiaannya.

Agar proses pembelajaran dan pendidikan dapat berlangsung secara optimal dalam rangka menuju kepenuhan kemanusiaan peserta didik tersebut, guru dituntut tidak saja memiliki kualifikasi seperti yang disyaratkan pemerintah saat ini, lebih dari itu, ia harus memiliki kemampuan mendidik, mengajar, dan melatih yang aspiratif, kreatif, proaktif, inovatif, menyenangkan dan bermakna.

Singkatnya, kini, guru diharapkan (dituntut) menjadi sosok yang berwibawa, profesional, dan visioner. Guru diharapkan tidak hanya terjebak pada rutinitas tugas kesehariannya, ia harus terus melakukan pembaharuan-pembaharuan dan memberikan “roh” pembebasan kepada para peserta didiknya. Oleh karenanya, kini, guru-guru visioner mutlak diperlukan. Kiranya hanya dengan demikian, sekolah akan melahirkan pribadi-pribadi unggul yang berkarakter, beridentitas, beradab, dan berharkat-bermartabat.

Guru visioner adalah guru yang mempunyai visi yang jauh ke depan melampaui batas-batas dan sekat-sekat ruang dan waktu. Apa karakteristik guru yang visioner tersebut ?

Menurut Barbara Brown (2003:37, dalam Muhamad Nurdin, 2005), karakteristik guru yang visioner tersebut adalah sebagai berikut.

  1. Visualizing. Guru visioner mempunyai gambaran yang jelas tentang apa yang hendak dicapai dan kapan hal itu akan dicapai.
  2. Futuristic Thinking. Guru yang visioner tidak hanya memikirkan kondisi saat ini, tetapi juga memikirkan kondisi yang diinginkan pada masa yang akan datang.
  3. Showing Foresign. Guru visioner adalah perencana yang dapat memperkirakan masa depan. Dalam membuat rencana tidak hanya mempertimbangkan apa yang ingin dilakukan, tetapi juga mempertimbangkan teknologi, prosedur, organisasi, dan faktor lain yang dapat mempengaruhi rencana yang telah ditentukan.
  4. Proactive Planning. Guru visioner menetapkan sasaran dan strategi yang spesifik agar bisa mencapai sasaran tersebut dengan baik serta mampu mengantisipasi atau mempertimbangkan berbagai rintangan potensial dan melakukan pengembangan rencana darurat untuk menanggulangi hambatan.
  5. Creative Thinking. Guru visioner dalam menghadapi tantangan berusaha mencari alternatif pemecahannya dengan memperhatikan isu, peluang, dan masalah.
  6. Taking Risk. Guru visioner berani mengambil resiko apapun, dan menganggap

Dengan kemajuan teknologi komputer dan net kita sebagai tenaga pendidik seharusnya mempunyai gagasan baru dan daya kreatifitas yang dapat kita bagi terhadap siswa didik kita. Dengan membiasakan siswa terbiasa dengan komputer dan net salain akan menanbah pengatahuan akan membuat anak tidak gaptek (gagap teknologi).

Sebuah contoh saja seorang guru membuat blog atau webside, apalagi membuat blog atau webside tanpa dikenakan biaya. Guru dapat membuat membuat sumber belajar untuk siswa dan disampaikan lewat internet, atau bahkan juga guru bisa memberikan tugas dan panduan tugas-tugas tersebut dapat diakses melalui internet dan masih banyak lagi contoh lainnya.

Posted by: ryfkanarang | January 2, 2010

Fungsi pemanfaatan

*Fungsi pemanfaatan penting karena membicarakan kaitan pebelajar dengan bahan atau system pembelajaran Selain itu dengan pemanfaatan dapat melakukan aktivitas dengan menggunakan proses dan sumber untuk belajar mereka yang terlibat dalam pemanfaatan mempunyai tanggung jawab untuk mencocokkan pebelajar agar dapat berinteraksi dengan bahan dan aktivitas yang dipilih, memberikan bimbingan selama kegiatan, memberikan penilaian atas hasil yang dicapai pebelajar, serta memasukkannya ke dalam prosedur organisasi yang berkelanjutan.

  • Implementasi ialah penggunaan bahan dan strategi pembelajaran dalam keadaan yang sesungguhnya.
  • Organizational Developmnent (OD) didefinisikan sebagai “respon pada perubahan, suatu strategi pendidikan yang kompleks yang dimaksudkan untuk mengubah kepercayaan, sikap, nilai, dan struktur organisasi sehingga dapat beradaptasi dengan baik pada tekhnologi, pasar, tantangan baru dan menstabilkan tingkat perubahan itu sendiri.
Posted by: ryfkanarang | January 2, 2010

Teleconference

•Teleconference adalah pertemuan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang dilakukan melewati telefon atau koneksi jaringan. Pertemuan tersebut hanya dapat menggunakan suara (audio conference) atau menggunakan video (video conference) yang memungkinkan peserta konferensi saling melihat.
•Keunggulannya:
–menghemat waktu
–tenaga pengajar
–kapasitas ruang belajar
–tidak mengenal letak geografis.

Older Posts »

Categories